Search This Blog

Friday, August 25, 2017

Kagum Yang Berlebihan

Tinggal di pulau para pelancong membuat saya terbiasa dengan ungkapan-ungkapan kekaguman yang terdengar berlebihan.

Misalnya, "Aku merasakan banyak keajaiban semenjak tinggal di sini, pesona Bali telah memanggil  batin saya sejak lama. Aku dan energi Bali benar-benar bersatu padu dalam harmoni indah menyanyikan lagu merdu di hati nurani." Lalu ia pun berpose yoga menantang sinar senja, menunggu saya memotret untuk stok foto instagramnya.

Tapi terkadang, saya diingatkan untuk bersyukur atas 'kelebayan' mereka. Suatu sore, seorang pelancong asing bertandang ke kamar saya. Kamar saya ini bentuknya loteng toko, sederhana sekali, jauh bangetlah kalau dibandingin sama rumah bos First Travel yang memukau itu.

Begitu pintu terbuka, si pelancong asing mendadak terkesima, "Astaga, ini apartemen impian saya! Lihat langit-langit itu! Ukiran pintunya indah sekali, sungguh keajaiban Bali!" Ia lalu membuka 'pintu keajaiban Bali' itu. "Waah, lihat balkoni ini! Kamu bisa menikmati senja di sini setiap hari?! Kamu beruntung sekali!"

Saya terkekeh geli mendengar racauannya, "Kamu mabuk ya?"

"Tidak, saya bersungguh-sungguh. Kelak kalau pensiun, saya mau tinggal di apartemen seperti ini, di Ubud! Sudah berapa lama kamu tinggal di sini?"

"Tinggal di 'apartemen' ini maksudnya?" Saya malu sendiri menyebut loteng ini dengan sebutan apartemen. "Hampir 3 tahun."

"Apa?! TIGA GITUAN TAHUN?!" (Ini terjemahan kasar dari "What? Three fucking years?!") Apa kabarnya kalau dia dengar ada teman sudah tinggal 30 tahun di sini, ya!

Tapi walau tersipu-sipu geli, dalam hati saya diam-diam bersyukur, betapa kehidupan yang kadang kita sia-siakan ini, bisa jadi impian buat seseorang.

Dan kalau mau 'fair-fairan', saya pun melakukan 'kelebayan' yang kurang lebih sama saat pertama kali berkunjung ke negeri mereka.
"Astaga, trotoar kota ini lebar sekali! Gak ada sampah! Gak ada motor yang ambil hak pejalan kaki!! Ini zungguh keajaiban!" lalu berpose jalan kaki dengan tangan merapikan manset lengan kemeja, memasang raut wajah orang penting yang akan berjibaku dengan jadwal padat. Padahal mah cuma mau cari toilet gratisan aja, sih. Ya masa mau pipis mesti bayar 20 ribuan. Di instagram boleh sok tajir, kehidupan sehari-hari mah perlu ngirit! Mungkin mereka pun heran kenapa saya (kamu juga kan?! *nyari teman*) begitu mengagumi trotoar 'biasa', dan memakainya bagai jalur catwalk.

Itu belum termasuk foto sok candid di bus, stasiun kereta, jembatan tua, atau menara besi--yang bisa jadi membuat mereka bertanya-tanya "Memangnya di negerimu tidak ada beginian, ya?"

Jadi, mungkin saat ini kamu sedang bercermin dan berkeluh kesah dalam hati, "Anjir gue jelek amat." Tapi entah malam ini atau besok pagi, seseorang bakal memandangmu penuh kekaguman, bagai melihat keajaiban alam.
Karena mata sama-sama bulat, cara pandangnya bisa berbeda-beda.

Aah, lihat awan itu, kawan! Bagai gulali surga!!

1 comment:

  1. Makasih ya kamu, yang udah mau mandangin aku dengan penuh kekaguman. #bersyukur

    Ttd,

    Tukinem

    ReplyDelete

Bebas komentar apa saja, asal damai. Terima kasih banyak :*