Search This Blog

Wednesday, July 28, 2004

Between Honest , White Lie, Pure Lie

Emosi versus Logika

Di sebuah Desember 2002

"Duh, kenapa ya? Gue juga gak ngerti bisa kejadian.. Sumpah gak ngerti!"

"Goblog lo! Pertama, dia bukan lo banget! Begitu juga elo, bukan dia banget!! Kedua, yang bikin lo tambah tolol,lo lupa ingetan kalo dia punya laki?!?!"

"Iyaa... sumpah, yang kemaren malem gak akan keulang lagi... sumpah!"

1 bulan kemudian...

"Duh, kenapa ya? Gue juga gak ngerti bisa kejadian LAGI.. Sumpah gak ngerti!"

"Goblog banget sih lo! Pertama, dia bukan lo banget! Begitu juga elo, bukan dia banget!! Kedua, yang bikin lo tambah tolol,lo lupa ingetan kalo dia punya laki?!?!"

2 bulan kemudian....

"Duuuuuh, kenapa ya? Gue juga gak ngerti bisa kejadian LAGI.. Sumpah gak ngerti!"

"Goblog banget sih lo! Pertama, dia bukan lo banget! Begitu juga elo, bukan dia banget!! Kedua, yang bikin lo tambah tolol,lo lupa ingetan kalo dia punya laki?!?!"

Berbulan-bulan kemudian....

Sebuah artikel gw baca di majalah...

Ketika beberapa orang secara random ditanya mengenai arti kejujuran maka beraneka ragam jawaban yang diutarakan. Segudang argumen pun turut mendukung jawabannya. Intinya mereka berpendapat bahwa kejujuran merupakan hal mendasar dalam kehidupan manusia dan bersifat positif. Kamus mencantumkan jujur sebagai lurus hati, tidak berbohong, tidak curang, tulus dan ikhlas. Seorang ulama menggambarkan kejujuran sebagai harga mati yang harus dilakukan seseorang apabila ingin usahanya berkah. Dari sudut pandang bisnis, kejujuran merupakan bagian dari rangkaian mutiara etika yang harus dijunjung tinggi oleh setiap pelaku bisnis. Kejujuran juga merupakan intangible asset karena berperilaku jujur akan memunculkan kepercayaan dan otomatis akan meningkatkan kredibilitas.

Namun demikian, mutiara ini sering pula tergerus gelombang persaingan yang kerap menghalalkan segala cara. Kalau seorang Machiavelli menyebutnya dengan istilah the end justifies the means. Dan beberapa pihak beranggapan bahwa yang lebih menggiurkan adalah cara-cara ini sering kali mendatangkan profit yang lebih besar daripada menggunakan kejujuran. Bahkan, tanpa ragu manusia memanfaatkan akal dan pikirannya untuk menciptakan istilah yang ”abu-abu” yakni white lie.


Gue langsung merasa bersalah. Merasa bersalah dengan dia dan punya dia .

Pada dasarnya gue bukan pembohong
Pada dasarnya gue gak bisa bohong

Ketika logika harus mengalahkan emosi, ketika arti 'sayang' jadi rancu, ketika semua orang selalu membenci orang ketiga, ketika gue harus mengorbankan pekerjaan, ketika gue harus menambah kebohongan untuk mengcover bohong yang lain, ketika sebuah senyum menjadi kemarahan, ...dan ketika sahabat berubah menjadi musuh...

...akhirnya gue memutuskan untuk jujur...

Sound Effect -> Bunyi tuts telpon + nada sambung + "hallo.. ada apa ?"

"Hallo? mmh.. gini.. gue.... sebenernya.....................................................................Maaf....."

"Motif loe ngomong kaya gini apa?.."

"cuma mau jujur aja..."

................................... Hening...................................
................................... Hening...................................
................................... Hening...................................
................................... Hening...................................
................................... Hening...................................

Di sebuah Desember 2003

Gue udah jujur..
Dan akhirnya beban gue hilang..
Ralat !
Bukan hilang, tapi bebannya telah terganti..yang juga (ternyata) sama berat..
Beban yang datang dari sebuah kejujuran..
Yang ternyata tidak semua orang menghargai kejujuran..

"Jujur loe itu gak guna! Itu bukan urusan lo!"

"Loh? kan secara gak langsung gue ngerusak hubungan mereka?"

"Ya, dulu itu secara gak langsung, sekarang secara langsung!"

Ketika logika sudah mengalahkan emosi, ketika arti 'sayang' menjadi jelas , ketika semua orang masih membenci orang ketiga, ketika gue telah mengorbankan pekerjaan, ketika gue tidak perlu menambah kebohongan untuk mengcover bohong yang lain, ketika sebuah senyum ternyata masih menjadi kemarahan, ...dan ketika sahabat berubah menjadi musuh...

... akhirnya gue memutuskan untuk mundur ...

Ternyata tak semua orang menghargai kejujuran ..
tak semua orang mengerti apa arti sebuah kejujuran ..
Termasuk gue..sampai sekarang gak pernah ngerti ..

Di sebuah bulan Juli 2004

Gue diuji lagi dengan sebuah tes untuk nilai sebuah kejujuran. Kali ini lebih sulit, karena gue diuji untuk bisa lebih jujur pada diri sendiri..

"duh, kenapa ya? Gue juga gak ngerti bisa kejadian.. Sumpah gak ngerti!"

"HAAAA SIAPA LAGIIIIIIIIII?!?!"

2 comments:

  1. hahahahaha....tolol banget dah

    salam,
    zulhaq.com

    ReplyDelete
  2. doh. anak siapa lagi tuh yang dipake ha ha ha ha ha

    ReplyDelete

Bebas komentar apa saja, asal damai. Terima kasih banyak :*