Search This Blog

Tuesday, April 12, 2005

Mayoritas VS Minoritas

Kenapa mayoritas selalu jadi asas pembenaran?

“Kenapa lo hari gini masih ngelakuin X ?”
“Ah yang laen juga sering nge X ? Kenapa gue nggak?”

“Ngapain sih laki kaya lo mesti pake lipstick plus bedak?”
“Lingkungan gue pada make, jadinya gue ‘gak normal’ kalo gak pake!”

“Orang bodoh akan tampak pintar bila berkumpul dengan orang-orang yang jauh lebih bodoh”

“Orang normal malah bakal tampak gak normal kalo tinggal di rumah sakit jiwa”

“Wanita hamil akan tampak seperti alien bila berada di Klub malam lesbian”

“Kalo mau diterima di lingkungan orang-orang licik, lo mesti lebih licik lagi, biar membaur dan bisa diterima”

Mungkin dalam hati kecil, kita akan teriak memberontak bila dikategorikan sebagai minoritas, dalam konteks apapun.

Tapi apa iya, kita harus gabung dengan minoritas lainnya buat bikin sebuah mayoritas baru yang pada akhirnya harus menciptakan dan mengorbankan minoritas lain?

1 comment:

  1. Kenapa harus ada dikotomi?

    Padahal...dalam dunia nyata tak seperti itu?

    Well...apapun, sering kali minoritas dapat mempengaruhi mayoritas apabila si minoritas berkuasa.

    Jadi sebenarnya bukan soal mayoritas maupun minoritas.
    Tapi sejauh mana influence yang diberikan si minoritas

    Tuisannya cool.

    ReplyDelete

Bebas komentar apa saja, asal damai. Terima kasih banyak :*