Search This Blog

Sunday, December 12, 2010

Salah kaprah, marah dan fitnah.

“Terserah gue kali mau nge-tweet apa? Ini negara demokrasi, Bung!”

Bukan berarti bebas menyakiti, kaaan?

Bebas kok mau curhat jumpalitan 24 jam, mau pamer-pamer foto segudang kekayaan, mau laporan pergi dan makan apa saja, mau mengumbar amarah sampai gerah juga terserah, ASAL gak SEMBARANGAN mention orang. Apalagi kalau sampai salah kaprah.

Kasus paling sering kejadian adalah akibat becanda-becandaan sama temen. Salah satunya; gara-gara di sebuah meeting saya keserimpet nyebutin ‘finish’ jadi ‘pinish.’ Si temen ngingetin lewat tweet-nya, lalu saya reply: Maklum orang Sunda, mendadak susah bedain p dan f. Flease dong fahami.

Tiba-tiba seseorang dari antah-berantah menghajar saya.
@XXXStresAbis Gak semua orang Sunda kayak gitu! MOHON jangan RASIS!!!

Ngakak sampai ngangkang, gak sih? Pertama itu tweet buat temen saya, kedua yang jadi bahan hinaan kan saya sendiri; sebagai orang Sunda?

Entahlah, twitter di sisi terburuk jadi ajang pelampiasan tukang marah. Marah-marahnya penuh fitnah lagi.

Saya belum pernah survey dan gak punya data valid, sih, tapi tampaknya tukang marah dan tukang fitnah meraja lela di jagad twitter raya. Sepertinya ada seseorang di luar sana yang terkucilkan dari pergaulan sehingga ingin membalas dendam dengan cara mencari-cari kesalahan orang tiap membuka timeline twitter. Mungkin begitu ia membuka mata dalam benaknya langsung terpancang, "SIAPA YANG BISA KUCACI MAKI HARI INI?!"

Eh, tapi saya juga gak mau sembarangan fitnah, sih, karena tau rasanya lebih pedih daripada ditusuk dari... manapun.

Tapi kalo fitnah terakhir yang saya dapet sedikit banyak menguntungkan, sih, karena sang oknum ikut mempromosikan novel kedua saya yang (padahal) udah terbit dari 2008.

Tweet fitnahnya tidak tanggung-tanggung, menyertakan sebuah tautan ke website bertajuk ‘no freemason’.
Intinya dia bilang cover buku Bintang-Bunting mengandung simbol setan. Saya juga dibilang tokoh freemason dan sedang berdomisili di Israel.

Heboh, deh.


Awal-awal, sih, saya diamkan karena kirain doi cuma cari perhatian--sembari diam-diam bersyukur karena pemesanan Bintang-Bunting tiba-tiba naik pesat.

Tapi ternyata fitnah oknum aneh ini merambah ke teman-teman, rekan kerja, keluarga, bahkan orang-orang yang tidak saya kenal.

Beberapa kerabat sampai terpaksa diam-diam memberikan pesan “Eh, orang ini siapa kok tiba-tiba ngasih gue link premanson-remason-apaan tuh?!”

Yang bikin geli itu, yang pada akhirnya justru menyebarkan aliran freemason itu siapa ya? Adik teman saya yang masih polos suci perawan pun kini jadi ikut berasumsi kalo tukang bacang dan penjual kolor termasuk gerakan freemason hanya karena barang jualannya berbentuk segitiga.
Dan yang paling spekta nan kuler itu adalah ketika akhirnya saya menghubungi sang oknum lewat jalur pribadi untuk berdiskusi secara langsung, eh... akunnya hilang.

Yaaaah, gak ada lagi yang promosiin buku saya lagi dong?

Ya udah bikin sendiri aja, deh.

Perhatikan simbol setan pada jambulnya!!!