Search This Blog

Friday, December 07, 2012

Secangkir Teh Buat Papah

Kalo ada Tol Cipularang Award, sepertinya saya berhak menjadi nominator untuk kategori Mondar-Mandir.
Bolak balik Bandung-Jakarta kadang saya tempuh seperti menelan antibiotik; Sehari 2 kali.

Tapi... ada yang berbeda dengan perjalanan saat ini. Sedalam apa pun gas saya injak, mobil tidak melaju sebagaimana mestinya. Mentok di 60 km! Mobil pun bergetar seperti kucing masuk angin bersiap muntah. Saya mendadak frustasi.
Mobil masih berusaha melaju di km 86, sementara meeting di Jakarta Pusat akan berlangsung 2 jam lagi.
BAH, seharusnya saya bisa lebih ngebut lagi!
Saya injak gas dalam-dalam, dan hati semakin perih kala mobil-mobil lain melesat kencang meninggalkan saya dalam kenestapaan.

Tiba-tiba... saya teringat papah.

Sebulan terakhir, papah kehilangan sebagian kekuatannya. Sebuah pembuluh darahnya tersumbat, membuatnya tidak bisa berjalan—bahkan berdiri pun butuh bantuan.
Kini, kurang lebih, saya tau rasanya bagaimana ketika kita merasa bisa berpacu lebih, tapi terhambat letih.






Di era digital membrutal, masih ada klise yang kekal: Ada anugerah di setiap musibah.

Saya ini anak mamih. Kurang dekat dengan papah. Saya tidak tahu papah lagi buat apa saja. Dan papah juga tampaknya tau saya sekadar anak yang hobi begadang melototin laptop.

Tapi semenjak sore kejutan itu, saat papa tiba-tiba lunglai di proyek, (hampir) semua berubah.
Iya pah, saya masih begadang melototin laptop, tapi ternyata hikmahnya saya bisa jadi satpam jagain papa tengah malam sampai subuh di kamar rumah sakit.
Saya tidak pamrih kok Pah. Ini bukan pamer 'anak yang berbakti'.
Bukan. Jauh sekali.
Tapi saya tertegun dengan kejagoan Tuhan.
Tuhan maha pembolak-balik.

Papah, inget gak sih, waktu papah dateng ke sekolah dipanggil wali kelas SMP karena "kelakuan aneh" saya, dan beberapa 'teman' mengolok-olok, “Oh itu papa si gembrot!”
Papah mungkin menyesal menyekolahkan saya di salah satu sekolah borju di Bandung, karena ternyata masih saja ada siswa kampungan. Dan sikap saya juga jauh dari bangsawan.
Tapi Papah seolah tak peduli. Dengan hanya menggenggam lengan saya, seolah ada kekuatan ekstra untuk mengheningkan segala resah.
Olok-olok pun terdengar bagai angin kentut.

Ingatan itu tertayang ulang dalam benak, pas di tempat terapi, Pah.
Inget kan, pernah ada bapak-bapak-entah siapa “mengolok-olok” papah: “Lah, umur 67 kok sudah ripuh begini? Saya dong umur 75 masih sehat!”
Mungkin ia bermaksud menyemangati, tapi intonasi dan cara tertawanya bikin saya dongkol setengah mati.
Tapi saya berhasil untuk tidak memedulikannya, dan saya bangga kita tetap bergandengan sampai masuk kamar terapi, Pah.

Setelah puluhan hari terapi, bergandengan dalam hujan berusaha melewati lubang-lubang jalanan, rasanya benar-benar menggelora liat langkah kaki papah lebih cepat kala berjalan. Tangan pun lebih kokoh saat memegang alat bantu. Papah bisa leluasa ke sana kemari tanpa gandengan.

Apakah ini perasaan papah dulu pas saya baru bisa jalan—walau selalu menuju tempat cemilan?

Maaf ya Pah, seumur hidup jadi orang sombong, baru kali ini mengenal papah lebih dekat.
Selama ini album foto kamera saya dipenuhi gedung-gedung tua peninggalan roma, pantai berpasir putih, makanan-makanan porno, atau foto bareng para bintang untuk meninggikan status sosial.
Tapi kini, saya ingin slot memori-baik di kamera dan hati penuh dengan papah


Papah mungkin bukan ayah terbaik di dunia, tapi saya juga bukan anak tersoleh yang bisa papah banggakan. Dan bisa jadi justru itu kita dipasangkan.

Tetap melangkah, papah!
Tapi kalo lelah, mari duduk, dan ini secangkir teh hangat buat kebersamaan kita!
Doain papah bisa jejogedan lagi ya!
-vabyo

7 comments:

  1. Sayang Buphy yg juga sayang papah. (Kak Bintang)

    ReplyDelete
  2. Aminnnnn! semoga cepat sembuh *jadi inget almh. papaku :')

    ReplyDelete
  3. amiiinn... Moga sehat ya papahnya kak vabyo..
    semangattt...
    Aku kangen alm. papahku.. Kangen makan berdua dan mengobrol bersama ;)

    ReplyDelete
  4. Terkadang kita baru menyadari pentingnya seseorang ketika dia sudah tidak ada. Alhamdulillah.. Vabyo masih diberikan kesempatan untuk lebih dekat dengan orang tua.. selalu ada hikmah di setiap kejadian.. isn't it? :)

    ReplyDelete
  5. edan buph.., itu pisang molen sebaskom..?? kabitaaaaaaaaa... bagi uy..

    ReplyDelete
  6. Gantengan papanya ya.

    ReplyDelete

Bebas komentar apa saja, asal damai. Terima kasih banyak :*