Search This Blog

Saturday, February 11, 2006

Lava Latte

Malam-malam di sebuah Cafe yang hangat; tempat dimana kami – seperti biasa – para manusia individualis bersatu dalam komunitas inklusif. Siapapun bebas gabung asal nyambung...

Dalam regukan hangatnya tea-latte dan gigitan nikmatnya cocolan - nan enak - colenak, tiba-tiba satu topik terlontar dengan brutal..

“Hey kawan, ada yang pernah nyoba bunuh diri gak?”
............
........................
................................




Tak disangka - tak dinyana – tak diduga , semua mulut unjuk bicara. Saking antusiasnya, satu persatu harus menunggu giliran, sesuai dengan urutan kursi dimana kami duduk.

Kursi 1. Seorang pembawa berita di TV swasta, 26 thn.
Bunuh diri umur 19

Cara Bunuh Diri : Menjeduk-jedukkan kepala dengan keras dan berulang kali ke arah tembok.

Hasil : Pusing 49 keliling plus benjol. Sekarang bergabung dengan komunitas Punker.


Kursi 2. Seorang mahasiswi tingkat akhir, 27 thn.
Bunuh diri umur 16.

Cara bunuh diri : Minum sprite dan selusin panadol.

Hasil : Kejang-kejang dan tak sadarkan diri sampai di hari berikutnya.


Kursi 3. Seorang copy writer - creator sebuah Event Organizer, 29 thn
Bunuh diri umur 21, 22, 25

Cara bunuh diri : Minum alcohol cap tikus plus mukul kepala sendiri pake botol bir.

Hasil : Muntah-muntah- mabuk parah – tertawa-tawa dengan darah dimana-mana – dilarikan ke UGD. Oh ya, sampai sekarang dijauhi temen-teman mabuknya.


Kursi 4. Seorang pemilik Production House, 36 thn
Bunuh diri umur 18, 24

Cara bunuh diri : Menabrakkan motor yang ditumpanginya ke arah pagar rumah.

Hasil : Patah tulang rusuk dan kaki. Sim dicabut. Motor dirampas. Kena marah sang ayah. Diusir dari rumah.


Kursi 5. Seorang sutradara muda, 33 thn
Bunuh diri umur 22

Cara bunuh diri : Gantung diri di kamar kosan pake sarung plus tali rapia.
Hasil : Dapet malu.Entah karena lilitan sarung+tali rapia yang kurang kuat atau beban tubuh yang terlalu berat, ia jatuh terjerembab. Langit-langit kamar jebol, karena ternyata lilitannya disambungkan ke bekas gantungan lampu.


Kursi 6. Seorang marketing sebuah bank swasta ibu kota, 23 thn
Bunuh diri umur 20

Cara bunuh diri : Potong urat nadi pake cutter.

Hasil : Kesakitan sendiri, teriak-teriak minta tolong diantarkan ke UGD. Akhirnya berhari-hari demam panas tinggi akibat tetanus.


Kursi 7. Seorang full time blogger, 25 thn
Bunuh diri umur 19

Cara bunuh diri : Minum berpuluh-puluh butir pil tidur ( sebanyak dua genggaman tangan). Ditenggak sekaligus dengan diiringi lagu U2 – I still haven’t found what i’m looking for. Suasana benar-benar penuh drama.

Hasil : Mata kunang-kunang, panik, sesak nafas, panik, merasa tercekik, panik, suara Bono U2 terdengar semakin sayup-sayup, panik. Bangun-bangun di Rumah sakit. Dikelilingi orang tua dan keluarga.


Ternyata, sebagian dari kami pernah menantang malaikat maut...... dan sisanya, mengharapkan didatangi malaikat maut, walaupun akhirnya usaha tersebut gagal.

Uhm, kalau suicide-nya berhasil, mungkin saya sekarang ini sedang menulis blog di atas kursi pemanggang manusia yang batang besi panasnya menembus tubuh dari lubang pantat sampai rongga otak, dengan berpuluh-puluh cangkir minuman wajib teguk yang berupa panasnya lava yang dahsyat (lava latte?!) plus cocolan arang yang panas membara. Oh ya, panas besinya pun berputar agar semprotan api dari berbagai arah membakar rata seluruh tubuh.

A ‘udzu billahi min dzalika!

Penyebab kami ingin bunuh diri - gak usah ditanya lah - anda bisa bilang karena putus asa, atau kenyataan yang tidak bisa kami terima, atau sesuatu yang terlalu menyesakkan untuk disimpan di hati, beban yang terlalu berat untuk dipikul sendirian,

Yah... seakan-akan...
Seakan-akan....
kami tercipta hanya untuk menjadi lawakan dunia....
Dan hinaan para manusia...

Stop..

No drama please..

Saat itu, bunuh diri tampak seperti jalan pintas yang menyenangkan. Seakan-akan semua masalah akan lenyap, tergantikan dengan bebasnya kehidupan setelah kematian yang benar-benar membahagiakan! Melayang-layang kesana kemari – tertawa tertiwi – canda cindi...

(kenapa ya, kita punya kecendrungan punya pemikirian positif dengan kematian, tapi selalu su’udzon dengan kehidupan?)

Tapi ternyata maut memang bukan untuk ditantang, meskipun boleh dipertanyakan. Karena ketika mungkin saja malaikat maut benar-benar ada di depan kami - siap-siap menjalankan tugasnya untuk mencabut nyawa - justru satu-satunya yang kami - atau setidaknya- yang saya ingat, adalah rasa takut yang teramat sangat untuk meninggalkan kehidupan.

Penyesalan dan harapan penuh ke-optimisme-an hidup justru datang di ‘saat-saat terakhir’.

Kematian bisa menjadi pilihan, tidak seperti kehidupan.

Kita bisa mati kapanpun, boleh nunggu secara alami, maupun secara buatan (bunuh diri, euthanasia). Tapi sekalinya mati, tidak akan ada lagi jalan untuk kembali hidup di dunia.

Semua makhluk bisa mati, (apakah itu hewan, tumbuhan, dan juga manusia). Tapi, gak semua makhluk bisa hidup sebagai manusia.


Nggak usah berkerut marut karena bingung nanggung menelaah maksud dari kalimat-kalimat diatas..

Yang penting, mari siapkan diri menghadapi kematian yang semakin hari semakin banyak cara untuk menghampiri kita..

Hm, hidup itu relatif, mati itu mutlak..

3 comments:

  1. Anonymous5:56 PM

    Kamu duduk di kursi mana ya?

    ReplyDelete
  2. Anonymous12:26 PM

    some wise said, tragedy plus time equal comedy.
    now u can laugh....
    glad u live now, and make me laugh for the past 2 days :)

    ReplyDelete
  3. Anonymous5:16 PM

    menurut lo cara plg efektif u/ suicide apa??
    g kmrn dah nelan berbagai macam obat (obat tidur, batuk n skt kepala) trus minum pake cola n bir, msh idup aje. pdhl pala g dah pusing n rasanya dah mw mati...
    bagusnya pake apa??

    ReplyDelete

Bebas komentar apa saja, asal damai. Terima kasih banyak :*