Search This Blog

Wednesday, September 26, 2012

Tim Fanatik Durian VS Front Pembela Mangga

Durian dan Mangga.

Dua-duanya saya suka.
Dua-duanya bisa saya masukkan sekaligus ke dalam mulut besar ini.

Tapi berbeda dengan teman saya yang fanatik durian, dia bilang buah yang paling 'benar' rasanya cuma durian. Teman saya yang lainnya serta merta menolak gagasan ini. Sebagai ketua Front Pembela Mangga, dia memaksakan semua orang menikmati mangga, dan cenderung mengajak sesama membenci durian.

Oh tidak-tidak, sebelum ada yang menyangka saya sedang mempromosikan kelompok Jaringan Buah Liberal, saya cuma ingin memberikan ilustrasi betapa lucunya mereka yang memperdebatkan selera.

Debat selera makan, selera berpakaian, selera musik, dan tentu selera baca. Berakhir saling kritik penuh gelitik.

Saya, dengan cara sendiri, menghargai kritik baik yang membangun ataupun meruntuhkan. Apalagi bila datang dari mereka yang udah bela-belain nyeberang jalan membeli buku saya dan membacanya sampai habis.

Saya juga berusaha memahami pengkritik yang tidak mau dikritik. Pernah ada kritikus yang salah menangkap jalan cerita novel saya. Saat saya revisi, si pengkritik tidak terima. Ya sudah terserah yang maha benar saja.

Ada pula pengkritik yang tetap gigih ingin penulisnya terperosok ketika tegar.
Misalnya: "Bintang Bunting novel jelek, gak usah nulis lagi!"
Reply: "Wah maaf sudah mengecewakan ya, semoga gak kapok baca buku saya yang lain."
Re-reply: "Penulisnya gendut jelek!"
Nah, kalau itu kritik saja Tuhan yang nyiptain saya.

Ada lagi pengkritik yang mengharapkan semua buku saya bergaya seperti Kedai 1001 Mimpi. Mungkin ini ibarat mengidamkan durian, eh dapetnya mangga.
"Kok Kala Kali bukan kisah nyata sih? Kok bukan di Arab lagi sih? Kok gak ada TKI yang kesiksa lagi sih?? KECEWA!"
Waduh, maaf sayang, kalau bikin buku yang setipe itu terus, saya nggak sanggup.

Dan pengkritik yang paling bikin geli adalah mereka yang tidak setuju dengan kritikan orang lain. *mulai mengernyitkan dahi gak?*
Misalnya pereviu Joker dengan bintang 4, tiba-tiba dikomentari, "Kok bisa suka buku ini, sih? Isinya absurd dan nggak banget!"
Atau sebaliknya saat si penyuka mengkonfrontir si pereviu buruk, "Bego banget, sih, gak suka buku ini! Jelas jelas paling keren!" 

Lalu mereka pun saling timpuk cangkang durian dan kulit mangga.

Bisa jadi jalan terbaik untuk menikmati sebuah karya adalah mengosongkan harapan sebelum membuka lembaran. Rasakan sensasi deg-degan kencan pertama tanpa ekspektasi, lalu semua jadi kejutan.

Bagi yang mustahil mengosongkan harapan untuk tim fanatik durian atau anggota front pembela mangga, demi kecocokan untuk menikmati buah dalam karung, cobalah pejamkan mata dan hiruplah aromanya dahulu perlahan-lahan. Tinggalkan bila perlu demi ketenangan alam semesta.

Akhirnya, marilah menikmati selera masing-masing dengan damai.

Eh tapi kalau memang sudah hobinya buat mencak-mencak, bebas kok.
Karena bagi saya, dipuji atau dicaci maki, akan berkarya sampai mati.











Eits. Harusnya sih postingannya selesai di sini. Kalimat di atas tampaknya sudah pas sebagai penutup perdebatan durian vs mangga ini.
Tapi saya ingin berterima kasih dulu buat pembaca buku-buku saya,
Berhubung buku-buku saya berbeda gaya, rasanya selalu bahagia melihat mereka berjejer di rak yang sama.

Foto oleh Alit Palupi


Ini semua mustahil tanpa kritikan dukungan teman-teman pembaca.
Iya, bisa jadi ini pamer terselubung, tapi buat yang mengikuti langkah kaki ini semenjak pertama kali mengirimkan draft cerpen/novel ke sana kemari, pasti tau kenapa saya selalu lebay emosional melihat beginian. Juga begituan.

Singkat cerita, doakan saya bisa berkarir panjang.
Amin!

1 comment:

  1. Selalu suka dan betah membaca tulisan di blog ini. Mewakili keresahan orang-orang resah seperti saya. :')

    ReplyDelete

Bebas komentar apa saja, asal damai. Terima kasih banyak :*