Search This Blog

Wednesday, December 31, 2014

Obrolan Turbulensi

Jus apel dalam gelas plastik itu beriak tak keruan.  Saya buru-buru menenggaknya sampai habis, waswas tumpah.

Bohong. Ada waswas yang lain.

Jemari kembali sibuk mengutak-atik layar di kursi, memeriksa keberadaan pesawat London – Kuala Lumpur yang saya tumpangi saat itu. 
Biasanya saya selalu berusaha keras cuek saat pesawat mengalami turbulensi. Yah, sambil diam-diam berjanji akan menjadi orang yang lebih baik bila mendarat selamat. Dan sayangnya janji itu selalu terlupakan saat kelamaan di darat.

Saya punya alasan kenapa begitu grogi saat pesawat terombang-ambing; saat itu baru saja ada kejadian hilangnya pesawat dari maskapai penerbangan yang kebetulan saya tumpangi saat itu. 

“Tenang, gak mungkin maskapai pesawat yang sama jatuh 2 kali dalam waktu berdekatan!” Seloroh penumpang lelaki sebelah yang ternyata menyimak kegundahan saya yang sedikit-sedikit memonitori layar. 

“Kamu takut pilot membawa kabur pesawat kita ini ya?” Tanyanya lagi sambil melesatkan telapak tangan, menyapu poni keriting pirang yang menyimpangi jidat. 

Saya tertawa kecut, tentu saja lebih takut pesawat terjun bebas. Tapi saya jawab, “Iya.” 

“I don't buy that theory!" Ia menyipitkan mata, sambil mendekatkan wajah ke bahu saya, berancang-ancang memberikan sebuah rahasia. Ia membisikkan sesuatu, cukup panjang. Sayangnya yang saya tangkap cuma, “You got it?” 

“Sorry, can you repeat?” Habis, logatnya british medok, sih! Untung dia mau mengulang dengan volume segaris lebih kencang dan kecepatan yang berkurang. 

“Jadi menurut saya, pesawat itu ditembak rudal! Dan semua korban sudah dievakuasi secepat kilat oleh pihak penembak! Makanya tidak ditemukan bangkai sedikitpun! Sungguh tak bisa dipercaya, bukan?” 

“Yang nembak siapa? Kejam amat!” 

“Banyak orang penting di pesawat itu, membawa barang dan dokumen yang bisa membahayakan banyak pihak!” Sinar matanya melejit-lejit. Tidak menjawab pertanyaan, malah menambah banyak spekulasi.

“Semoga gak ada orang penting di pesawat ini!” Entah kenapa harapan bodoh ini bisa keluar dari mulut saya. “Mendadak kemungkinan pilot membawa kabur penumpang adalah opsi yang lebih menyenangkan ketimbang ditembak rudal!” 

Turbulensi berakhir, tanda kenakan sabuk pengaman tak lagi menyala. Saya mengembuskan napas lega. 

“Ingat, ditembak rudal itu tak perlu turbulensi!” Kekeh si penumpang sebelah dengan wajah jahil, dengan jemari tangan menguncup-merenggang seketika, menggambarkan sesuatu yang meledak. 

"I don't buy your sense of humor!" Pekik saya sambil memakai headphone. Tetep sih, nyengir dikit.

Sekitar 3.5 bulan kemudian, terjadi peristiwa pilu yang membuktikan ½ teori si penumpang sebelah itu salah: pesawat dari maskapai yang sama ternyata bisa celaka dua kali di waktu berdekatan! 
½ teorinya lagi memang belum tentu benar, tapi kali ini pesawat nahas berikutnya diberitakan pecah di udara akibat ditembak di angkasa, area konflik Ukraina. 

Sungguh hati ngilu, sampai-sampai sempat bertekad ingin cuti naik pesawat, yang tentu saja gagal. 

Imbasnya, sampai saat ini, saya selalu melihat boarding pass dengan getaran hati yang berbeda. Tidak ada yang bisa menjamin tujuan terakhir kota yang kita tuju. Bisa jadi Jawa, atau pulau lain. Daratan lain. Lautan lain.




Juga tidak ada yang tahu pasti, kita akan terselamatkan, atau terpindahkan ke sebuah pulau impian.

Iya, atas nama penghiburan atas kesedihan, setiap kehilangan orang yang saya cintai, saya selalu membayangkan mereka sedang bersenang-senang di pulau impian, termasuk mereka yang tidak mendarat di kota yang mereka kehendaki. 

Hari Minggu kemarin, angkasa raya kembali meniupkan angin nestapa.
Turut berduka sedalam-dalamnya untuk para keluarga dan sahabat yang ditinggalkan para penumpang Air Asia QZ8501, semoga suatu saat bisa berkumpul dan bersenang-senang kembali di pulau impian. 

No comments:

Post a Comment

Bebas komentar apa saja, asal damai. Terima kasih banyak :*