Search This Blog

Friday, September 27, 2013

Penantian 1 dekade: The Killers (F1 Singapore)

2004 adalah salah satu tahun yang istimewa bagi saya, karena selain bertemu dengan banyak orang hebat yang beberapa di antaranya menjadi sahabat, juga menemukan banyak lagu yang menghiasi playlist harian hingga hari ini.

Di antara gempuran Black Eyed Peas yang lagi hobi ganggu mamak-mamak atau Destiny's Child yang lagi heboh kehilangan napas, salah satu soundtrack persahabatan era itu adalah lagu sebuah band anyar istimewa: The Killers, karena berasal dari Amerika—mengingat selama ini saya biasanya 'tanpa sengaja' hanya gampang jatuh cinta dengan band-band asal Eropa.

'Keterkejutan domisili' ini semakin terasa saat The Killers tampak lebih diapresiasi di dataran Britania Raya ketimbang di Amerika. Bisa dilihat dari posisi chart lagu di UK yang no 1 melulu, hingga penobatan sebagai Song Of Decade oleh beberapa radio di sana.

Video Mr. Brightside versi UK:
 


Kehidupan berjalan, will.i.am ubanan, Beyonce gak bisa diam, sampai satu dekade kemudian,
akun twitter favorit saya mengumumkan sesuatu yang menggemparkan hati:
WHOAA!!! Tanpa pikir panjang, saya langsung tunggang langgang, transfer dan menunggu deg deg ser!

 :: beberapa bulan kemudian ::



Sampai di terminal 1 Changi, naik Sky Train ke terminal 2—letak stasiun MRT, beli EZ Link Card sebagai tiket transportasi, naik MRT tujuan Tanah Merah, lanjut ke City Hall, ganti MRT warna merah jurusan Jurong East, turun di Dhoby Ghaut, ganti MRT warna oranye, turun di Bras Basah, keluar stasiun, jalan dikit, sampai di Hotel 81 Bencoolen!
Sampai di lobi hotel, disambul tiket F1!




Bulan purnama di Singapura, menerangi hati dan langkah kami penuh gempita, menuju perhelatan sang idola.



Sesampainya di Padang Stage, saya pipis di toilet booth yang flushnya kayak nginjek gas mobil itu. Ketika baru saja meluncurkan air seni beberapa detik, terdengar suara lantang Brandon Flowers memekakkan jiwa! Whoaaa, pipis mendadak kalang kabut!!

Brandon Flowers ternyata udah jejingkrakan anteng di atas panggung, sambil sesekali menyapa penonton dalam berbagai bahasa yang sering wara wiri di Sing-nge-pouh: Mandarin & Melayu. Andai saya LO-nya, pasti udah saya cekokin bahasa Sunda juga.



Belakangan baru tau, ternyata mereka tampil tanpa Mark Stoermer (basis) yang gak hadir karena “personal reasons”. Mungkin tersesat di MRT.

“I’m sorry that you had to wait ten years!” Teriak Mas Brandon disambut teriakan histeris penonton—yang saya yakin banyak di antaranya pernah kecewa karena konser mereka di Singapura tahun 2010 dibatalkan.

Kaki pegal dan ketek basah tidak menghalangi kami ikut ajojing dan bernyanyi sampai When You Were Young berkumandang, yang ternyata lagu terakhir.
Sementara penonton lain mulai berjalan oleng keluar lapangan, saya masih berdiri waswas, berharap mereka tiba-tiba membawakan lagu syahdu Miss Atomic Bomb.

Tapi ternyata, Mas Brandon & geng benar-benar menghilang.
Hiks. Ah ya udah, gak apa-apa. Penantian 1 dekade ini cukup terbayar, kok.

Mari bernyanyi sendiri saja di antara gelantungan tangan MRT kembali menuju hotel.

 “Miss Atomic Bomb... making out, we've got the radio on.. You're gonna miss me when I'm gone..You're gonna miss me when I'm gone.....”



BONUS FOTO!!




PS: Thank you for arranging my happiness!

1 comment:

  1. Sedih ga bisa nonton brandon flower. Hiks. .

    ReplyDelete

Bebas komentar apa saja, asal damai. Terima kasih banyak :*