Bukan, ini bukan perkara makhluk gaib yang diam-diam mencekikmu sampai mati lemas, atau arwah penuh dendam yang mampu merobek pusarmu hingga usus terburai.
Malam itu, angin dingin berembus sadis, seperti pecahan beling mengorek sekujur pori wajah dan tanganku. Ingin rasanya membatalkan janji dan balik langkah untuk menyelimuti diri, tapi kami terlanjur bertatap mata.
“Halo, Eve Shi ya? Saya Vabyo.” Kami bersalaman. Tangannya dingin mencengkram. Semoga kedai ini menyediakan minuman hangat nan nikmat.
“Hai, Vabyo. Saya sudah memesan menu spesial buatmu: Nasi Sadako.” Ia menunjuk sepiring nasi yang terhiasi dua telur puyuh, menyerupai wajah pucat dengan bola mata terbalik. Tapi aku lebih tertarik dengan sesuatu yang sedang ia genggam.
“Stephen King?” Tanyaku sambil menaikkan alis melirik jahil kotak DVD yang kemudian ia simpan di meja.
“Iya, ini film The Shining (1980), salah satu karya Stephen King paling berkesan semasa saya kecil, yang juga diangkat dari novel King berjudul sama. Film ini mengisahkan seorang bapak yang bekerja di hotel sarat hantu, dan dirasuki mereka sampai-sampai ia memburu istri dan anaknya untuk dibunuh.”
“Sejauh apa Stephen King memengaruhi tulisanmu?”
“Kira-kira pas SMA atau awal kuliah, saya menemukan novel lain dari Stephen King berjudul Pet Sematary. Lagi-lagi tokoh utamanya seorang bapak, yang kali ini berusaha menghidupkan almarhum putranya. Dari situ saya mulai membaca novel-novel King lainnya.
Photo from here |
Photo from here. |
“Jangan-jangan itu yang bikin kamu menulis Aku Tahu Kamu Hantu untuk Gagas Media?”
“Iya, kan seru, menulis salah satu genre kesukaan saya bagi penerbit yang sudah dikenal luas pembaca Indonesia. Maka mulailah saya menggarap novel horor pertama saya, Aku Tahu Kamu Hantu. Harapan saya untuk buku ini agak muluk sebetulnya, yaitu menyumbangkan novel horor dengan premis, judul, dan tampilan yang tidak terlalu horror-like pada dunia perbukuan Indonesia. Semoga bisa terwujud.”
“Punya pengalaman horor yang tak terlupakan?”
“Waktu SMA, saya dan teman-teman baru selesai latihan drama, terus turun ke lantai bawah. Dari ruang kecil tempat kami tadi ganti baju, ada suara memanggil-manggil nama tokoh yang saya perankan. Pasti bukan salah satu teman, sebab saya turun tangga paling belakang, dan lantai dua sudah kosong.”
“Adegan horor favorit bikin menjerit?”
“Di Ju-On, ada adegan tokohnya sedang keramas. Dari belakang, tangan Kayako tahu-tahu ikut mengeramasi. Adegan yang 'cocok' diingat kalau kita sedang mandi. Satu lagi dari film Jelangkung. Marcella Zalianty sedang nonton bioskop, dan di kursi sebelahnya muncul hantu yang memerhatikan dia. Yang menonton film itu di bioskop dijamin langsung parno.”
“Rela bagi-bagi kiat menulis horor?”
“Buatlah tokoh jatuh ke situasi menyeramkan di tempat yang tak terduga atau yang dia anggap aman, seperti rumah sendiri atau perpustakaan. Kalau tak ada manusia lain di sekitarnya, menurut saya akan makin seram. Ketakutan tokoh juga tak perlu digambarkan berlebihan, misalnya berteriak "Hiii!" "Waaah!" "Aduuh, apa itu?" apalagi sering-sering. Malah jadinya berisik. Cukup dia gemetaran atau badannya kaku.”
“Pertanyaan terakhir. Tepatnya permintaan terakhir,” Aku agak ragu mengutarakan maksud, tapi... ah, tanggung,”Boleh lihat sebelah wajahmu? Kenapa dari tadi tertutupi buku?”
“Biar orang menebak-nebak, apakah di balik buku ini, rongga mata atau pipi saya bolong atau tidak.”
....................
Malam terakhiri hening. Terkoyak embusan angin bising. Seperti ada yang sibuk meniup tengkuk. Atau memang ada; kita tidak pernah tahu.
Karena hanya Eve Shi yang tahu kamu hantu.
*** jreng jreng ***
Tertarik ngobrol horor dengan Eve Shi? Gentayangi dia via twitter.
Akkk... baca GagasDebut Virtual yang ini, walaupun siang, di bagian pertanyaan terakhir bikin berimajinasi yang iya-iya x)
ReplyDelete*merinding sendiri* ._.
Yang diwawancarai penulis buku horror, format gagasdebut-nya dibuat tambah horror sama Kak Vabyo xD
*semoga malam ini bisa tidur nyenyak tanpa mimpi pipi bolong :p
Ahahahha ini kece, interview yang beda. Kereeeeeeeeeen
ReplyDelete