SURAT TERBUKA(?) UNTUK VALIANT BUDI YOGI
Apa kabarmu?
Kabarku di sini baik-baik saja.
Maafkan aku jika pembuka suratku tidak kreatif.
Barangkali aku jadi minder pamer kreativitas di depanmu; sama halnya dengan aku minder pamer suara di depan Katon Bagaskara atau Indra Lesmana. Ini bukan surat sanjungan, apalagi surat cinta; meski kalau kamu secara absurd tiba-tiba melamarku, aku juga tidak akan pikir-pikir lagi.
Semoga kalimat sebelumnya tidak membuatmu bergidik. Toh surat ini sebenarnya hanya untuk mengucapkan terima kasih. Terima kasih karena blogmu telah membuatku kabur dari masa-masa remaja yang mengerikan, diteriaki banci oleh adik kelas dari ujung lapangan. (Maaf, curcol.)
Terima kasih karena Bintang Bunting dan Joker telah membuatku bersemangat ‘45 menulis. Terima kasih karena penderitaanmu di Kedai 1001 Mimpi telah membuatku tertawa lantas merasa bersalah. (Maafkan aku.)
Terima kasih karena ketabahanmu di Kedai 1002 Mimpi telah membuat aku sadar bahwa pem-bully-an yang menimpaku ternyata tidak seberapa, dan bahwa aku tidak perlu merasa menjadi manusia yang paling menderita di dunia.
Maafkan aku karena sampai detik ini, aku belum sempat bertandang mencicipi Es Krim Kebanjur Kopi Panas di Warung Ngebul. Seperti remaja tipikal yang merasa telah dewasa karena punya KTP dan banyak dilema tidak penting, aku ingin menyalahkan keadaan. Aku terlalu antisosial sehingga tidak punya teman yang bisa diajak pergi ke Bandung. Parahnya, aku tidak memiliki jiwa petualang sehingga aku tidak sanggup melanglang buana menyebrang provinsi sendirian.
Aku tahu surat terima kasih ini mungkin telah menjadi terlalu ngalor ngidul. Tetapi, aku benar-benar merindukanmu, entah mengapa, padahal toh kita tidak pernah berjumpa walau sekelebat mata. Dan ketika surat ini menjadi semakin norak, izinkanlah aku menjadikanmu penulis Indonesia favoritku, sementara teman-temanku mungkin akan dengan lantangnya mengusung Pramoedya Ananta Toer, Seno Gumira Ajidarma, Ayu Utami, atau barangkali Andrea Hirata sebagai penulis Indonesia favorit mereka.
Bagiku, penulis yang bisa membangkitkan semangat menulis (atau setidaknya, membaca) pembacanya lebih penting ketimbang mereka yang bisa merangkai diksi aduhai, alur cerita sekompleks pemukiman kumuh, dan makna entah apa di balik sekadar adegan upil jatuh di lembaran tisu toilet.
Namun, ini toh hanya opiniku, orang yang bahkan tidak pernah memenangkan lomba makan kerupuk Agustusan. Semoga tidak dimasukkan ke dalam hati, apalagi membuatmu takabur.
Akhir kata, aku menunggu bukumu yang baru. Semoga ada hal baru pula yang bisa membuatku masih dan makin cinta kepada (tulisan)mu.
Yang mencintai (tulisan)mu,
Bintang Pradipta
(dicopas dari sini)
Dear Bintang,
Saya inget banget, saat awal-awal menerbitkan buku dan (terasa) jarang yang peduli, kamu pembaca yang senantiasa membesarkan hati di garda depan. Sampai beberapa teman menyangka kamu adalah saya yang sedang menyamar!
Terima kasih masih mau menyediakan hari membaca buku saya. Surat ini membuat mata saya becek dan agak berlumpur. Jadi bolehlah ya sejenak merasa takabur.
Ngomong-ngomong, diam-diam saya mengamati perkembanganmu menulis dari awal kita bertegur sapa. Kamu adalah penulis yang menjanjikan. Semoga akan selalu ada hasrat untuk berkarya!
Salam anget banget,
Valiant.
Apa kabarmu?
Kabarku di sini baik-baik saja.
Maafkan aku jika pembuka suratku tidak kreatif.
Barangkali aku jadi minder pamer kreativitas di depanmu; sama halnya dengan aku minder pamer suara di depan Katon Bagaskara atau Indra Lesmana. Ini bukan surat sanjungan, apalagi surat cinta; meski kalau kamu secara absurd tiba-tiba melamarku, aku juga tidak akan pikir-pikir lagi.
Semoga kalimat sebelumnya tidak membuatmu bergidik. Toh surat ini sebenarnya hanya untuk mengucapkan terima kasih. Terima kasih karena blogmu telah membuatku kabur dari masa-masa remaja yang mengerikan, diteriaki banci oleh adik kelas dari ujung lapangan. (Maaf, curcol.)
Terima kasih karena Bintang Bunting dan Joker telah membuatku bersemangat ‘45 menulis. Terima kasih karena penderitaanmu di Kedai 1001 Mimpi telah membuatku tertawa lantas merasa bersalah. (Maafkan aku.)
Terima kasih karena ketabahanmu di Kedai 1002 Mimpi telah membuat aku sadar bahwa pem-bully-an yang menimpaku ternyata tidak seberapa, dan bahwa aku tidak perlu merasa menjadi manusia yang paling menderita di dunia.
Maafkan aku karena sampai detik ini, aku belum sempat bertandang mencicipi Es Krim Kebanjur Kopi Panas di Warung Ngebul. Seperti remaja tipikal yang merasa telah dewasa karena punya KTP dan banyak dilema tidak penting, aku ingin menyalahkan keadaan. Aku terlalu antisosial sehingga tidak punya teman yang bisa diajak pergi ke Bandung. Parahnya, aku tidak memiliki jiwa petualang sehingga aku tidak sanggup melanglang buana menyebrang provinsi sendirian.
Aku tahu surat terima kasih ini mungkin telah menjadi terlalu ngalor ngidul. Tetapi, aku benar-benar merindukanmu, entah mengapa, padahal toh kita tidak pernah berjumpa walau sekelebat mata. Dan ketika surat ini menjadi semakin norak, izinkanlah aku menjadikanmu penulis Indonesia favoritku, sementara teman-temanku mungkin akan dengan lantangnya mengusung Pramoedya Ananta Toer, Seno Gumira Ajidarma, Ayu Utami, atau barangkali Andrea Hirata sebagai penulis Indonesia favorit mereka.
Bagiku, penulis yang bisa membangkitkan semangat menulis (atau setidaknya, membaca) pembacanya lebih penting ketimbang mereka yang bisa merangkai diksi aduhai, alur cerita sekompleks pemukiman kumuh, dan makna entah apa di balik sekadar adegan upil jatuh di lembaran tisu toilet.
Namun, ini toh hanya opiniku, orang yang bahkan tidak pernah memenangkan lomba makan kerupuk Agustusan. Semoga tidak dimasukkan ke dalam hati, apalagi membuatmu takabur.
Akhir kata, aku menunggu bukumu yang baru. Semoga ada hal baru pula yang bisa membuatku masih dan makin cinta kepada (tulisan)mu.
Yang mencintai (tulisan)mu,
Bintang Pradipta
(dicopas dari sini)
Dear Bintang,
Saya inget banget, saat awal-awal menerbitkan buku dan (terasa) jarang yang peduli, kamu pembaca yang senantiasa membesarkan hati di garda depan. Sampai beberapa teman menyangka kamu adalah saya yang sedang menyamar!
Terima kasih masih mau menyediakan hari membaca buku saya. Surat ini membuat mata saya becek dan agak berlumpur. Jadi bolehlah ya sejenak merasa takabur.
Ngomong-ngomong, diam-diam saya mengamati perkembanganmu menulis dari awal kita bertegur sapa. Kamu adalah penulis yang menjanjikan. Semoga akan selalu ada hasrat untuk berkarya!
Salam anget banget,
Valiant.
No comments:
Post a Comment
Bebas komentar apa saja, asal damai. Terima kasih banyak :*