Search This Blog

Showing posts with label berita sedih. Show all posts
Showing posts with label berita sedih. Show all posts

Wednesday, November 13, 2013

Kejutan Di Trafalgar Square

April 2013
Dartmouth Rd, London


Ada yang meniup-niup kelopak mataku dengan buasnya, sampai-sampai aku terbangun. 
Kirain setan, ternyata aku lupa merapatkan jendela kamar sebelum tidur, bahkan laptop pun masih menyala.
Alih-alih menutup, kubiarkan jendela terbuka lebar, menyambut semilir angin sejuk di penghujung musim semi.
Setelah menggeliat kiri-kanan, kuambil laptop, menuju ke lantai bawah, ke ruang makan demi sarapan.
Ternyata di sana sudah ada Mas Khanif, pengurus Wisma Siswa Merdeka—tempatku menginap saat ini.
Pagi Mas Valiant, oh ya, jadi mau extend gak? Saya sudah cek ke KBRI, bisa kok.” Mas Khanif menghadang pagiku dengan kabar gembira. Aku memang berniat untuk tinggal seminggu—dan mungkin sebulan—bahkan terpikir untuk bekerja di London—lebih lama, yang hore ternyata bisa!
Wah, jadi! Terima kasih banyak!” Aku semringah sekali, sampai-sampai selai cokelat yang kuoleskan pada roti menjadi supertebal. Bahagia dan tamak ternyata sepupuan. Aku kemudian mengirimkan draft e-mail untuk perubahan tanggal tiket pesawat.
Sebenarnya aku agak waswas dengan keputusanku ini, mengingat ayah yang sudah 8 bulan ini sakit akibat terserang stroke. Tapi ia sudah jauh membaik dan lagian di minggu-minggu pertama ia terjatuh aku setia menemaninya. Iya, aku sibuk menyiapkan pembelaan diri.
Hari ini mau jalan-jalan ke mana?” Tanya Mas Khanif sambil wara-wiri di dapur sebelah.
Ke mana-mana, Mas. Saya mau pasrah ke mana pun bis membawa saya.'
Iya, berhubung semua wilayah wajib kunjung kota telah kujelajah, akan kubebaskan saja langkah untuk hari ini; entah ke tempat yang sama, atau pelosok penuh rahasia.
Sekejap kemudian, dua tangkup roti, sebotol air mineral, dua buku, dan notebook kini memenuhi isi ransel. Aku menaiki bus merah yang pertama kali muncul di halte Walm Lane—Willesden Green, kemudian duduk di lantai dua, dan mulai mengunyah roti sambil menikmati pemandangan kota.
**
Hasil penjelajahan hari ini, aku menemukan pasar kaget di Church St, toko vintage di Hanbury St, toko buku antik serba £1 di Greenwich South St, dan berbagai bar seru di... hampir setiap jalan yang kulewati.

Sinar angkasa mulai meredup, aku kini menunggu bus rute favoritku di seberang Elizabeth Tower sambil menyantap Carrot Cake murah meriah dari mini market Tesco. Mmh, aku tahu akan menikmati penghujung soreku di mana!


Bus berhenti di antara keramaian manusia berbagai warna, karena ini memang wilayah alun-alun kota yang bergelar resmi Trafalgar Square sejak tahun 1830.
Hasil mengintip dari situs pemerintah, ternyata wilayah ini sudah dibangun sejak abad 14, sampai kemudian tahun 1812 seorang arsitek bernama John Nash ingin membangun jalan dan ruang terbuka untuk warga menggelar seni budaya atau sekadar bertegur sapa.



Pembangunan pun gak mentok sampai penamaan Trafalgar Square berkumandang. Sepanjang abad 19, banyak perubahan dan penambahan yang signifikan. Dimulai dari pembangunan National Gallery tahun 1832 yang didesain oleh William Wilkins, disempurnakan oleh Sir Charles Barry di tahun 1838 dengan membangun patung memorial The Nelson dan dua air mancur yang menyegarkan mata dan membuat diri sekonyong-konyong ingin bugil nyebur itu.
Lalu seperti lagu riang di musim panas, monumen dan patung pun bermunculan. Tahun 1843 berdiri tegak monumen Nelson's Column didesain William Railton, 1845 ada penyempurnaan air mancur, 1867 'mendadak' beberapa patung singa perunggu yang didesain Sir Edwin Landseer pun membentengi Nelson's Column.
Manusia hari gini pun tak kalah berkontribusi; merawat area dan membangun berbagai fasilitas umum seperti cafe, toilet umum, dan lift khusus kaum difabel.
Walau tampak ramai, selalu ada bangku kosong yang bisa kukuasai sambil tiduran atau ketak-ketik ganteng.
Sayangnya perut mulai keroncongan dan aku mendambakan kebab hangat lezat dan saos humus sedap di dekat pintu keluar tube station West Hampstead. Duh, udah jauh-jauh melipir ke London, kok nyari makanannya tetep ala timur tengah juga ya?
Sambil menunggu bus datang di Northumberland Avenue; depan Trafalgar Square, aku mengamati sekeliling sambil diam-diam iri dengan kebersihan dan keteraturan yang mereka jaga. 

Sampai salah satu tiang lampu jalan menarik perhatian dan langkah kakiku.
Bukan tiangnya yang mencuri hatiku, tapi rangkaian bunga yang tertempel padanya. Dan ternyata bukan rangkaian bunga yang menghipnotis langkahku, tapi kata pertama yang tercetak di kartu ucapan yang tertera padanya.



Ayah, ini hari yang berat, karena aku hanya bisa meratapi kehilangan.
Ini hari saat aku kehilanganmu.
Aku tahu, harusnya aku tidak tenggelam dalam kesedihan dan semestinya bersyukur atas betapa beruntungnya aku memilikimu sebagai ayahku.
 
Aku benar-benar merindukan keberadaan ayah, aku rindu mendengar segala nasihat baik, pertolonganmu, dan melihat senyummu yang menawan. 
Maaf Ayah, aku tahu ayah tidak akan tenang melihatku sesedih ini.
Aku akan tersenyum untukmu, Ayah.
 
Aku tidak pernah akan melupakanmu!

Kaki mendadak lemas, teriringi mata panas.
Ternyata di antara bangunan megah, patung singa kokoh, dan air mancur indah, yang membuatku lunglai adalah cukup secarik kartu terhiasi rindu.

Sebuah bus berhenti di depan halte, para penumpang masuk secara teratur.
Sesaat, aku tak bergeming. Lalu kudatangi bangku sepi, siap mengirimkan surat penggagalan pengunduran tiket dan sebait pesan sayang untuk rumah Bandung.

Tuesday, July 02, 2013

Rapiin Gingsul, Eh Ketemu.. bisul?

Beberapa minggu lalu, setelah mandi pagi dan asyik ngaca-ngaca sendiri, saya memutuskan mau pasang kawat gigi.
Habis, seiring dengan usia yang kian melaju, gingsul ini gak ada yang pernah muji-muji lagi kalau saya tersenyum lucu.

Setelah foto panoramik dan cephalometrik di laboratorium, saya pun memamerkan rontgen rahang gigi saya itu ke dokter gigi.

Sang dokter menunjukkan beberapa gigi yang retak tinggal akar, atau terbelah dua bagai hati yang terkoyak.

“Kita terpaksa ambil yang sudah rusak ini ya? Kita rapikan jejeran atas dulu.” Kata sang dokter sambil mencuci tangan.

“Cabut berapa gigi, Dok?” Tanya saya sok tenang sambil berbaring-baring sok keren kayak anak pantai.

“Lima.”

“LIMA?! SEKALIGUS SEMUANYA SAAT INI JUGA?!” Persetan dengan sok keren. Ini benar-benar mengejutkan!

“Tenang, saya udah pernah cabut sekaligus 30 gigi.”

Setelah tusuk sana tusuk sini, lalu gusi terasa kebal, entah perangkat apa saja yang dokter masukkan ke dalam mulut ini. Ruang rahang mendadak riuh, dan semakin meriah dengan beberapa gigi mendadak pecah saat ditarik dokter dengan tang. Ada perayaan tahun baru di dalam sana!

Tapi syukurlah, kurang lebih satu jam, semua gigi bermasalah kini tereliminasi dan berjejer rapi di sebelah keran air kumur. Sempat terpikir untuk merangkai gigi-geligi itu untuk menjadi kalung pengingat kehidupan.

“Anda beruntung dateng ke saya dalam keadaan sehat. Gigi yang rusak ini bisa jadi sarana masuk kuman ke aliran darah, terus ngerusak organ-organ penting.”
Saya hanya mengangguk-angguk lemas, dengan buntelan kapas yang memenuhi mulut. Sesekali terisap darah segar yang mengaliri tenggorakan. Sedap juga. Pantes sekarang banyak film drakula.

“Setelah obat-obat ini selesai, anda datang lagi ya, kita bereskan barisan bawah. Cuma satu kok, yang akan saya ambil.” Dokter itu menunjuk foto di bagian gigi geraham yang dikelilingi gusi hitam. Gigi itu tampak melayang—dikelilingi ruang kosong.

Gigi geraham itu memang pernah sakit dan bengkak sekitar lima tahun lalu. Kalau boleh memberikan pembelaan kenapa sampai dibiarkan begitu lama, waktu gigi sakit, saya sedang bekerja di Saudi, dan terlalu waswas untuk ke dokter gigi di sana. Akhirnya saya redam sakit dengan berbagai painkiller, hingga akhirnya sakit itu hilang. Eh, ternyata masih sayang.

***
Seminggu kemudian, saya memenuhi janji untuk bertandang. Ada perasaan jumawa karena saya telah berhasil melewati pencabutan 5 gigi tanpa sakit. Satu doang mah, cingcay lah ya!

Prosedur awal pun dimulai; tusuk sana tusuk sini.
Loh, kok sakit ya? Biasanya ketika dibius, gusi hanya terasa digigit-gigit cantik saja. Ini kok, berasa lagi disilet-silet.

“Gusinya biru banget,” komentar Dokter sambil bolak balik ngambil suntikan. “Perlu yang khusus nih, sebentar ya.”

Saya sibuk menerka-nerka, apa maksud beliau 'perlu yang khusus', karena dia tampak lebih khusyu mencampur ini itu, dengan mimik wajah yang lebih relijius.

Saat gigi mulai terangkat, saya lantas berteriak.

“Ok oa iyu-a o-a – ea-aa,” maksud saya: Dok, obat biusnya kok gak kerasa?!
Sungguh, saya bisa merasakan gusi sekitar gigi tersayat dan terlepas paksa dari lapisan gigi. Rasanya sejuta kali lipat lebih perih dari salonpas yang tercerabut paksa dari dada yang penuh bulu. Dan tanpa bermaksud menambah efek dramatis, saya dapat merasakan lelehan darah yang mengaliri dagu. Horor. Sayangnya gak bisa foto, kan lumayan keren buat pajang di instagram.

“Tenang-tenang, ini gak akan sakit, kok, sebentar lagi, kok.” Dokter tersenyum berusaha menenangkan. Sayangnya senyum itu hilang dari pandangan seiring kelopak mata saya yang terpejam menahan perih yang amat pedih. Rasanya seperti kumpulan semua sakit gigi geraham lima tahun lalu menjadi satu.

“Tuh, sudah.” Dokter mengambil tisu dan membersihkan area bibir saya.

Saya menarik napas lega. Masih terasa nyut-nyutan, tapi yang penting gak akan diutak-atik lagi.

“Tinggal setengah gigi lagi.”

“AAAK?!” SETENGAH GIGI LAGI?

Lalu datanglah pengumuman yang sungguh menghentak jiwa.

“Sebagian gigi anda ini tertutup daging jadi.”

Heuh? Daging jadi?

Iya, singkat cerita, dokter mengkonfirmasi daging itu sebagai tumor jinak.
Sang dokter pun menjelaskan beberapa istilah medis yang saya tidak begitu ingat. Takut salah tulis sih, tepatnya. Berhubung saya bukan dokter dan khawatir ngasih info keliru.
(Tambahan: beberapa info dari teman-teman via twitter baik yang dokter beneran atau mendadak dokter ini mungkin juga adalah polip, granuloma, atau malah kiriman Nyi Loro Blorong dari gorong gorong. Saya pribadi sih, masih berharap itu cuma daging sapi sisa semalam)

Tapi alhamdulillah, malam mencekam penuh dengan rintihan perih dan lelehan darah tanpa henti itu telah saya lewati. Ruang mulut pun kini terasa lebih segar dan luas, haha! Saya juga bersyukur, ekstra daging itu bisa terdeteksi dini tanpa sengaja. Judulnya: pura-pura tenang, shock belakangan.

Genderang pengingat kembali ditabuh, ada pesan tubuh yang sering saya campakkan. Padahal badan ini kerap ngasih sinyal kalo ada pendatang tak diundang, salah satunya sakit gigi.
Untungnya saya masih bisa senyum, biarpun kini dengan gusi bolong, menyerupai permukaan semangka yang tercungkil sendok. Tapi masih mending, ketimbang dibiarkan dan harus potong rahang. (Begitu kata dokter, bila ini tumor ganas yang sudah menjalar buas)
 
Sembari berdoa semoga gak ada daging sisa atau daging susulan, moga-moga saya, kamu, dan semua orang yang kita sayangi bisa lebih jeli lagi mendengarkan dan merasakan sinyal-sinyal dari tubuh ya.
Yah, seenggaknya kalo ada sakit gigi, gak ditunda-tunda sampai 5 tahun lah ya.
Karena cinta boleh tanpa kepastian, kesehatan sih jangan.

Sekian dan sehat selalu!

Tuesday, September 16, 2008

Titik Retak

Ehem...

Siap-siap membacanya dengan intonasi penuh drama ya...


Seperti sebuah kaca yang hancur berkeping-keping akibat terhunjam batu tepat pada titik retaknya, begitupula hati ini ketika secara tak sengaja kembali mendengarkan lagu ini.

Entah kepingan memori mana yang lebih banyak tumpah ruah terbelah, perihnya luka atau lirihnya bahagia... AH!



Lagu ini berjudul As long as you hold me, dinyanyiin sama Kirsty MacColl, soundtrack film Mad Love (1995). Kalo di video di atas, ada 2 versi lagu, yang pertama adalah versi demonya Billy Bragg. Tapi berhubung oom Billy kurang puas ama hasilnya, dia minta tante Kirsty yang nyanyi, deh. Sedihnya, Tante Kirsty meninggal tahun 2000, pas berusaha nyelametin anaknya pas lagi scuba diving. Rest in Peace ya, Tante :)

Tuesday, September 09, 2008

TERDIDIK menjadi PSYCHO?!

Lo udah terbiasa belum sarapan pagi roti pake selai stroberi sambil liat mayat penuh darah segar baru ditemuin di atas kasurnya, atau makan siang beef stroganof sambil cuek merhatiin potongan mayat yang baru ditemuin di dalam koper, atau sekedar menyesap teh hangat sore-sore sambil liat tengkorak berlumuran kotoran manusia yang baru digerek dari septic tank??

Yah, gak usah liat langsung kaliii, maksut gue liatnya lewat tayangan TV yang kayaknya secara sadar gak sadar makin sering menengahkan tayangan kriminalitas sebagai hiburan. Sampai kasus reka ulangnya Ryan aja ditayangin pas jam prime time dan diberi judul ala sinetron misteri: Si Penjagal dari Jombang. Iklannya ditayangin berulang-ulang, dan konon punya rating tinggi. Ampe mainan dan foto Ryan aja laku dijual. Haaaa, from psycho to hero?!

Kita seolah disadarkan sebagai generasi gampang mati. Ayam tetangga sebelah baru mati tadi pagi, sorenya kita bisa sesek napas akibat flu burung. Ngelamun dikit di jalanan ibu kota, bisa-bisa keserempet kopaja atau keseruduk busway. Lagi asyik-asyik dengerin I pod di pinggir apartemen tiba-tiba ketimpa ekspatriat yang bunuh diri dari lantai 20-an. Atau ketemu kenalan cantik atau ganteng di facebook; siangnya bercinta, eh malemnya kita udah ditusuk pake piso belati. Atau kalo beruntung, cukup dicekik pake ikat pinggang.

Tayangan kriminalitas menjelma bagai tayangan pencuci otak yang bikin cara mikir kita selayaknya orang parno atau malah cenderung psycho.

Saking parnonya, pernah suatu malam pas pulang kantor, kita satu ruangan berpelukan erat (sambil curi-curi grepe… HUSH), karena saat itu baru ditemukan mayat tergorok ditemukan di got dan korban mutilasi di dalam koper yang dibuang di daerah kantor kami. Sialnya (saat itu) pelaku belum ditemukan, dan ditengarai masih bergentayangan di daerah kami.

Kriminalitas dari zaman bahela memang udah mengancam jiwa tiap generasi tanpa terkecuali. Tapi entah mengapa sekarang TV menayangkannya seolah-olah untuk memuaskan hobi.

Kita yang udah bisa berpikir (sok) mateng, mungkin lebih beruntung, bisa memilah dan menyensor tayangan dengan akal pikiran kita. Tapi gimana adik-adik, keponakan, ataupun anak-anak kita yang masih polos dan nerima informasi tanpa filter. Bukannya sok-sok’an bijaksana atau sok peduli regenerasi, tapi gimana gak kaget kalo seorang keponakan yang belum genap 8 tahun udah nanya, Om, aku ntar meninggalnya gimana ya? Di gorok apa dipotong-potong?” sambil menjilat-jilat es krim dengan raut wajah tak bersalah.

Sungguh, gue rindu tayangan berita yang membosankan—tanpa hiasan darah sedikitpun, seperti tayangan Pak Presiden yang sedang menanam benih padi unggul supertoy (yang ternyata gagal panen juga). Ups, maaf, Pak :)

Kalo Madonna bilang dalam lagu Die Another Day-nya,”Hey Sigmund Freud, analyze this… this… this… this….”





Please send your comment to buhpy@yahoo.com

MISTERI BUAH KHULDI

Ayo angkat tangan buat yang tau bentuk buah khuldi yang bikin Adam dan Hawa dipecat dari Surga?

Gue mungkin gak mau tahu, tapi faktanya, gue baru nemuin “buah khuldi” yang justru bisa bikin gue “dipecat” dari dunia. Bentuknya macem-macem, diantaranya adalah seafood, makanan kaleng, jeroan, durian, es kelapa, alvokad, minuman beralkohol. tenggiri, kacang, oncom, brokoli, bayam, kangkung, kol, tauge, dan beberapa makanan-minuman lain yang mengetiknya saja udah bikin gue frustasi.


Beberapa “setan” berhasil bikin gue tergiur buat makan “buah khuldi” yang baru gue sebutin tadi, dan hasilnya, seperti ada orang yang mengarahkan sinar matahari melalui kaca pembesar ke arah otot dan sendi di daerah mata kaki sebelah kanan. Pertama-tama cuma kerasa pegel linu biasa, tapi secara perlahan namun pasti terasa panas terbakar yang membara. Bahkan angin semilir yang cuma sekadar membuai otot ini saja bisa bikin gue ngejerit-jerit.


Memang salah gue, dari jaman masih kencing dicebokin udah hobi nyeruput gule kambing, sate usus, dan es durian. Tapi ada yang bilang juga ini penyakit turunan. Genetik gitu, deh.

Dokter bilang ini asam urat.

Gue bilang ini rasa sakit yang benar-benar bikin melarat.

Jadi, hatilah teman-teman, terhadap “buah khuldi” versi lo yang memang selalu tampak begitu menggiurkan… Kalo boleh niru konsep lagu Malaikat-nya Dewi Lestari, terkadang setan tak berwajah bengis. tak bertanduk, dan tak berekor.


Please send your comment to buhpy@yahoo.com

Monday, May 19, 2008

Selamat beristirahat, Mas Micko!



This YouTube video taken from dspbass

Saya sekuat mungkin akan menahan air mata; menyalurkan duka untuk menguatkan yang terluka-ditinggal oleh sahabat, kakak, ayah, dan suami yang istimewa.

Mas Micko, kita akan berkumpul kembali di surga :)

Amien!

+Valiant Budi

Wednesday, February 20, 2008

Buah Pedih Perkawinan



Wanita di atas bernama Jocelyn Wildenstein, lahir 5 Agustus 1940, seorang sosialita New York berparas cantik dan menarik, yang menikahi seorang pria konglomerat.

Setelah bertahun-tahun mengarungi samudera perkawinan, dia mergokin suaminya lagi bersetubuh dengan seorang model rusia berusia 21 tahun. Jocelyn mulai ‘menggila’. Di usianya yang menginjak 50-an, Jocelyn bulak-balik operasi plastik buat menangin hati suaminya kembali.

Namun sang suami nampak tetep gatel. Malah dia terlihat makin sibuk dengan hutan berpenghunikan harimau-harimau milik peribadinya.

Menyadari kalo si suami lebih ‘mencintai’ harimau daripada dirinya, Jocelyn pun memutuskan mempermak wajahnya seperti ini…



Ironisnya, reaksi sang suami ketika melihat wajah istrinya paska operasi plastik adalah...

...menjerit histeris…

Tragis...

Tapi untung suaminya bukan penggemar ikan cucut...


*dihimpun dari berbagai sumber.

Saturday, February 09, 2008

ATM sedih

Pas mau ngambil duit di ATM yang terletak di jalan Cilandak KKO Jakarta, kami terpana melihat kertas yang tertempel di depan kaca dinding ATM. Kertas itu bukan pengumuman menyebalkan seperti ‘Maaf ATM rusak!’ , melainkan kertas bertuliskan surat kepedihan berhiaskan rindu ...




Kalo gak kebaca, nih kita tulis ulang dengan sedikit editan biar enak dibaca :)

Nama : Nurhardiman (Hardi)
Asal : Tegal Tonggara Pangkah

Mas pulanglah temui anak dan istrimu. Anakmu lagi sakit, mas. Dia butuh kamu. Tolong pulanglah, jangan turuti keluargamu. Maafkan semua kesalahanku. Mas, tolong pulanglah, aku rindu ingin bertemu dengan kamu, mas! Aku kangen banget sudah 2 bulan kamu nggak ada kabar. Tolong pulanglah demi anakmu, mas! Temui aku di tempat kerjaku di PT. ISS (Pasific Place) LT. 36
Telp. 5152299 EXT. 156
Tanggal 28 Februari 2008 jam 9.00 pagi.
Temui aku di depan hotel Ambara Blok M.

Eh mba e.., mas Hardinya udah coba dicari di Facebook belum?

Wednesday, January 23, 2008

Cobain Ledger

Ketika Courtney Love mengusulkan beberapa aktor untuk memerankan karakter Kurt Cobain dalam film beberapa waktu lalu, pilihan kami langsung jatuh pada aktor Heath Ledger. Alasannya? Diantara para kandidat seperti Ewan Mc Gregor ataupun Justin Timberlake, (menurut kami) cuma Heath Ledger-lah yang gestur dan karakter personalnya mendekati Kurt Cobain.



Untuk kualitas aktingnya? Jangan kuatir, dia pernah dinominasikan untuk kategori pemeran aktor utama terbaik di Academy Award 2006.

Dan pilihan kami semakin kuat, karena ada satu hal lagi yang membuat dia mempunyai nasib yang mirip dengan Kurt Cobain. Namun ironisnya hal ini malah membuat dia justru tak bisa memainkan peran tersebut. Bahkan peran apapun...

Heath Ledger dikabarkan meninggal hari ini ( 22 Januari 2008 jam 3:35 sore waktu setempat). Katanya sih, meninggalnya gara-gara over dosis.

Selamat jalan, Ledger..

Heuh...

Saturday, January 19, 2008

Skenario Setan

Dalam keadaan gelap tersesat tanpa panduan, biasanya ada beberapa skenario pemberian setan untuk mengakhiri keadaan.

Salah satu skenario yang sering ditawarkan setan kepada kami adalah menari-nari india di tengah-tengah jalan tol, menunggu sebuah truk septic tank menghantam tubuh yang sedang sibuk meliuk-liuk.

Rada ngeri juga, ketika ada seorang wanita yang benar-benar memakai skenario tersebut. Walaupun minus menari india, kejadian yang terjadi di New Hampshire ini lebih mengerikan!

Wanita tersebut bernama Marcelle Thibault, 39 tahun, tiba-tiba saja memberhentikan mobil yang sedang dikendarainya secara tiba-tiba, lalu membuka pakaiannya, dan menelanjangi kedua keponakannya, lalu memangku mereka sambil berjalan ke tengah jalan raya. Lalu mereka bertiga pun tewas tertabrak dua mobil. A double murder suicide!


Photo above taken from here

Keponakannya berumur masing-masing 4 dan 5 tahun, merupakan anak dari saudara kembar wanita nahas tersebut. Marcelle Thibault yang dikenal para tetangganya sebagai ibu rumah tangga yang penuh perhatian dan aktif secara religius ini juga pernah mendapatkan perawatan untuk penyakitnya; mental illness.

Mental illness? Akhir-akhir ini terdengar sangat familiar. Semoga tragedi ini bukan skenario yang akan pernah lagi terulang.

Wednesday, January 16, 2008

Brad Renfro Meninggal




Salah satu aktor cilik - yang sekarang sudah besar - favorit kami, Brad Renfro, ditemukan meninggal hari ini ( 15 januari 2008 waktu LA ) di rumahnya. Penyebabnya belum diketahui. Tapi yang penting, hasil kerja kerasnya gak akan terlupakan.

Kabar terakhirnya, Brad Renfro baru ngelarin film The Informers bareng Winona Ryder, Billy Bob Thornton and Kim Basinger.

Selamat jalan, Brad :)